Monday 3 October 2016

Aceh gayo dan saya

Saya sedang mencoba merasakan kopi Aceh Gayo. Terasa pahit tapi sedikit berbeda dari kopi tradisional yang biasa saya minum. Sesuatu yang berbeda. Tertegun dan kembali terpikirkan, bahkan pahit pun bisa berbeda. Sebenarnya berapa banyak level pahit yang tercipta sehingga rasa pahit itu bisa berbeda satu sama lain meski hanya sepersekian saja?
Entahlah. Dan selalu akan mentok di situ jika kita hanya mau bertanya tapi tak berusaha mengerti. Owh, saya tiba-tiba menjadi bijak. Ayolah, semua orang bisa menjadi bijak dalam sekejap kan? Bahkan maling pun bisa berdasi bersepatu mengkilap.
Kembali saya seruput kopi aceh gayo tadi. Dan, entahlah mungkin karena saya penikmat kopi amatiran maka rasanya kembali berbeda. Ha ha. Menertawakan diri sendiri untuk kesekian kalinya. Katanya orang besar itu yang bisa menertawakan dirinya sendiri. Kenapa? Bah! Pikir sendirilah. Saya sedang berbagi cerita bukan mau menggurui.
Postingan ini sebenarnya hanya pengisi waktu senggang saya yang sudah terlalu banyak. So, bernilai tidaknya sesuatu tergantung pov(point of view)-nya. Paham kan dengan pov? Gk paham ya sudahlah.