Kang Ijo sedang asyik bolak-balik koran sore ini. Lazimnya, koran dibaca saat pagi hari. Saat masih hangat-ngatnya berita. Nah, Kang Item heran dengan tingkah laku Kang Ijo. Apa ini yang dinamakan jadzab? Sesuatu yang di luar kebiasaan?
“Kang . . .”
“Hem, . . .”
“Sore-sore kok baca koran?”
“Kenapa? Nggak boleh?”
“Ya boleh sih. Tapi . . .”
“Tapi apa?” Kang Ijo menurunkan korannya dan menatap Kang Item yang cengengesan. “Biasanya kan koran dibaca pagi hari. Lagi hangat-hangatnya tuh. He he”
“Terus?”
“Ya, aneh aja. Masak baca koran sore hari? Apa Kang Ijo sudah . . .”
“ Sudah apa?”
“Sudah jadzab?”
Kang Ijo diam sejenak. “Ha ha ha . . .” Meledaklah tawa Kang Ijo mendengar pertanyaan Kang Item. Kang Item diam merasa aneh. “Kok ketawa, kang?”
“Ya gimana nggak ketawa? Orang cuma baca koran saja sudah dibilang jadzab apalagi kalau bacanya sambil salto, pasti lebih aneh lagi”
“Ya, saya kan Cuma tanya”
“Iya, iya. Maaf, Tem. Memang jaman sekarang kalau ada orang yang kelakuannya agak berbeda dengan yang lain sudah disebut yang aneh-aneh. Orang-orang jaman sekarang ini lebih suka menyebut daripada disebut. Karena keduanya menuju arah yang negatif. Yang disebut gila lah, gak bermoral lah, atau apalah. Yang jelas, kita ini lebih suka memanggil daripada dipanggil”
“Ya iyalah, Kang. Lha wong dipanggil Yang Maha Kuasa, siapa yang mau?” kata Kang Item nyengir.
Lalu kemudian suasana hening. “Tem, . . .”
“Apa, Kang?”
“Sampeyan merasa akhir-akhir ini banyak koruptor yang ketangkep nggak?”
“Iya, Kang. Malah kayaknya kita sedang menuju perubahan yang sudah lama diimpi-impikan”
“Ya, alhamdulillah ya, Tem”
“Tapi, . . .”
“Tapi apalagi, Tem?”
“Tapi mungkin saja penangkapan para koruptor itu juga bagian dari skenario korupsi yang lebih besar kan, Kang?”
“Ya tapi kita husnudzon aja, Tem. Aku jadi inget perkataan seorang teman”
“Gimana, Kang?”
“Maling itu kalau sudah kenyang pasti bakalan diperlihatkan pada khalayak umum alias bakal ketahuan”
“Termasuk para koruptor itu?”
“Iya, termasuk juga kita, Tem”
“Loh? Kok kita?”
“Ya dalam satu hal, kita itu sebenarnya sama dengan maling. Hati kita akan dibuat galau saat level kemaksiatan kita sudah penuh”
“Begitu ya, Kang?”
“Iya menurutku sih. Soalnya seburuk apapun kelakuan kita, sebenarnya Allah masih setia memperingatkan kita. Hanya saja kitanya yang nggak peka karena mata batin kita sudah tertutupi oleh penghalang-penghalang yang ditampilkan oleh nafsu kita. Sampeyan juga pasti pernah kan merasa galau suatu ketika, padahal segalanya sudah terpenuhi?”
“Emm, . . .” Kang Item berpikir sejejnak. “Pernah sih, Kang. Nggak tahu kenapa tiba-tiba waktu bangun tidur terasa hidup itu membosankan. Tiba-tiba hati ini terasa bingung. Tapi nggak tahu kenapa”
“Nah, mungkin saat itulah, level kemaksiatan kamu sudah sampai puncaknya dan Allah ingin kamu segera kembali”
“Kalau nggak kembali?”
“Ya kayak pemuda jaman sekarang ini. Mereka kira dengan menuruti nafsu, dengan minum-minum, pakai narkoba dan segala hal yang bersifat nafsu diniawi itu bisa membuat mereka lupa dengan kegalauan mereka. Tapi nyatanya mereka sedang semakin membuat diri mereka galau. Membuat masalah mereka bertambah. Membuat diri mereka semakin menjauh dari jalan kebenaran”
“Lha berarti level kemaksiatan mereka lebih dari penuh dong, Kang?”
“Ya bisa dibilang begitu. Dan kamu tahu cara Allah mengingatkan mereka yang terlalu jauh?”
“Belum tahu. Gimana, Kang?”
“Ya itu edisi mendatang saja. He he”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment