Saturday, 23 January 2016

Anak Negeri untuk Bunda

Anak negeri, kini banyak yang beralih ke negeri seberang. Mereka melihat negeri mereka sendiri ngeri. Dipenuhi koruptor, kelicikan-kelicikan, semua konspirasi yang saling menjatuhkan. Mereka jenuh dengan semua perbuatan. Mereka pun mencari obat hati dengan pasokan minuman keras dan obat-obatan yang ‘dihalalkan’. Dihalalkan oleh orang-orang yang berkepentingan, diedarkan oleh mereka yang berbisnis terlarang. 
Anak negeri, memang tak banyak kita dengar prestasi dari mereka. Bukan karena jarang atau bahkan tidak ada. Tapi media membungkam paksa. Prestasi seakan menjadi penyakit bagi negeri adidaya. Bagi Bunda yang dijajah anaknya.
Anak negeri, mereka lalu menyebrang lautan. Mencari Bunda lain yang anaknya setia mengobati bukan malah menyakiti. Bukan maksud mengkhiananti. Tapi apalah daya jika banyak anak lain yang iri atas kehebatan mereka yang tak mau dijadikan komoditi. Mereka, anak-anak yang iri, mungkin bukanlah anak negeri. Bisa jadi.
Anak negeri yang iri, mereka dulu kecil dan dibesarkan Bunda yang mereka khianati. Mereka belajar dan sekolah, dibimbing oleh anak-anak negeri yang tulus memberi. Mereka lulus dengan nilai yang membanggakan tapi mereka salah gunakan. Mereka menjadi suka memanipulasi, membohongi dan melakukan konspirasi. Hanya untuk diri bukan untuk Bunda yang disakiti. 
Anak negeri yang iri, menjual harga diri di depan Bunda yang menangis. Menjual semua kekayaan bumi pertiwi di hadapan Bunda yang meradang menahan emosi. Memperdagangkan segala yang bisa membuat diri lebih berarti di hadapan kursi-kursi. 
Maka, jangan salahkan Bunda memberi sabetan rotan. Memberi perih di seluruh pelosok negeri. Membuang semua hal-hal yang sudah tak pantas lagi. Karena Bunda ingin memberi. Memberi peringatan untuk kita anak-anak negeri. Yang masih setia mengobati Sang Bunda Pertiwi.
Maka, anak negeri, teruslah berprestsai biarpun media merantai kaki.
Maka, anak negeri yang iri, lihatlah dirimu sendiri yang kini tak punya harga diri.
Maka, Bunda Pertiwi, maafkan kami yang masih saling mendengki.
Kaliwungu, 13 Januari 2016, 06.18

No comments:

Post a Comment