Monday 17 August 2015

TAKDIR


Assalamaualaikum.
Siang mas bro! Masih semangat dong siang-siang seperti ini? Kalau nggak semangat ya disemangatin!
Habis belanja tas buat notebook baru sama pelindung keyboard. Kadang terpikir, perlu nggak sih pelindung keyboard? Kan kalau memang perlu seharusnya dari produsen sudah disediakan kayak handphone. Handphone yang gorilla glass sebenarnya sudah tidak perlu pelindung layar, namanya aja gorilla, masak masih perlu dilindungi? Tapi perlu juga dilindungi, soalnya komunitas gorila sekarang sudah sedikit. He he. Tapi kalau buat jaga-jaga, ya boleh saja.
Sebelumnya sih kepikiran mau belinya besok, soalnya tempat belinya agak jauh. Inginnya sekalian pulang, jadi kan irit BBM. Tapi kebetulan, eh nggak ada yang namanya kebetulan, jadi dirubah saja. Tapi kemudian ada temen yang mau ke sana, sekalian sajalah. Tapi ternyata dia pergi karena mau interview kerja. Bukan interview sebenarnya, hanya kemarin ditawari kerja kemudian dia mau mencari penjelasan lebih lanjut sebelum menerima atau menolak tawaran tersebut.
Kami masuk ke perumahan. Memang masih agak di pinggiran kota, tapi sudah lumayan luas area perumahannya. Kami berhenti di depan masjid, menunggu orang. Tak lama, sebuah motor putih datang dan langsung mengantar kami menuju ke sebuah rumah agak jauh dari masjid tadi. Sebuah mobil terparkir di halaman depan. Kami masuk dan disambut ramah.
takdir walk alone
Perbincangan dimulai dengan pengalaman Mas Dedi, seorang pimpinan koran lokal. Mulai dari ceritanya yang dulu pernah kalap (semacam dituntun makhluk halus menuju sebuah tempat) sewaktu mondok di Banyuwangi. Lalu tentang keadaanya yang selalu diremehkan keluarganya karena dulu kerjanya serabutan, pernah jadi kuli bangunan di negara tetangga sampai jadi bosnya kuli, jualan roti, jualan nasi goreng dan lainnya. Lalu dia jenuh. Jenuh dengan pekerjaannya. “Kalau yang bekerja di lapangan, biasanya jenuh karena harus kepanasan, kerja berat dan lainnya. Kalau yang di kantor, jenuh karena harus duduk seharian dan tugas yang menumpuk” katanya.
Lalu dia bangkit dan entah bagaimana menjadi seorang yang berkecimpung di dunia pers. “Yang penting sampeyan yakin, maka sampeyan bisa menjadi apapun. Manusia itu akan terus berkembang. Bukannya sampeyan nggak pernah menyangka bahwa sampeyan akan jadi dewasa seperti ini? Lah, siapa yang membuat kita berkembang? Tetap Yang Memberi Hidup” tambahnya.
Setelah basa-basi, ternyata pekerjaannya berhubungan dengan dunia pers. Pantas saja tadi ada stiker pers di jendela depan. Pilihannya ada dua, mau jadi jurnalis atau jadi marketing iklan. Sebenarnya saya juga tertarik. Tapi status saya masih belum memungkinkan untuk kerja full time di pers. Saya tertarik ketika Mas Dedi mengatakan soal tulis menulis. Kalau saja, ah! Memang belum saatnya.
Memang segala sesuatu di dunia ini ada ‘kala’nya. Ada waktunya sendiri. Semua akan indah pada waktunya. Tapi tetaplah waspada karena kesempatan tidak datang dua kali. So, keep your eyes on!
Tulungagung, 18:55, 07 April 2015

No comments:

Post a Comment