Friday 24 April 2015

Kapan Sukses?

Sukses. Satu kata ampuh yang kebanyakan jadi tolok ukur manusia dalam kehidupan. Pasti sebagian besar dari kita pernah menjumpai kata-kata ampuh ini dalam kehidupan sehari-hari. Masalah terberat yang kita hadapi saat berjumpa dengan kata ini adalah saat kita ditanyai seperti ini, “Teman-teman kamu sudah sukses semua. Punya kerja bagus, bergaji tinggi, punya istri cantik, rumah megah. Lha kamu?”
Jujur saya memang kurang suka dengan kata-kata ini kalau digunakan untuk merendahkan orang lain. Apa mereka kira dicemooh seperti itu tidak sakit hati? Ya, sakitlah! Tapi kalau kita bisa melihat sisi baiknya, maka akan terjawab seperti ini,”Alhamdulillah, meskipun saya belum sukses tetapi ada banyak orang yang peduli dengan kesuksesan saya. Masih banyak orang yang selalu menyemangati saya untuk tak menyerah meraih sukses. Seperti kamu dan orang-orang yang mungkin kurang tepat menyalurkan kepedulian mereka”
Jadi semua hanya masalah bagaimana kita bisa melihat sebuat sudut tersembunyi. Yang jelas kita harus yakin bahwa selalu ada sisi baik dalam segala hal. Selalu ada cahaya di balik segala kegelapan. Yakinlah, bahwa sukses itu seperti juga kaya, cantik, baik, pinter dan segala hal yang bersifat wah. Semuanya selalu dan akan terus relatif. Tinggal darimana kamu bisa melihat gajah seutuhnya, tidak hanya melihat ekornya, tidak hanya kupingnya, tidak hanya dari samping, depan atau belakang. Tetapi dari segala sudut yang memang perlu. Jangan selalu kalah oleh sebuah kata yang maknanya masih dipertanyakan.
Sukses, bagi kebanyakan orang adalah tak jauh dari yang saya sebutkan di atas tadi. Ketenaran, pekerjaan bergaji besar, kemewahan.
Ah, sudahlah. Cukup sudah kita selalu membicarakan semua yang berbau semerbak wewangian dunia. Tidakkah kalian sudah bosan berangan untuk meraih semua itu? Setiap hari bermimpi mendapatkan kehidupan mewah dan serba kecukupan. Padahal rasa cukup itu bersal dari diri kita, bukan dari luar. Bukan uang, bukan harta dan bukan jabatan. Rasa cukup itu kita yang membuat, kita yang mengatur kapasitasnya, yang memaksimalkan dan meminimalkannya. Lalu mengapa kita tidak berusaha untuk mengaturnya sampai tingkat terendah? Sampai level dimana kita akan selalu merasa sempurna dengan semua yang kita miliki sekarang? Bukan bermaksud untuk melarang bermimpi mendapatkan yang lebih, tetapi melarang untuk bermimpi keterlaluan. Segala yang terlalu akan membunuhmu. Trust me!
Tulungagung, 19.13, 12 April 2015

No comments:

Post a Comment